Tidak bisa dimungkiri, banyak pengemar lovebird yang
menyukai burungnya bersuara ngekek panjang. Yang dimaksud ngekek adalah
suara asli dari lovebird yang terdengar seperti tembakan dengan nada dan irama
cepat. Tidak sedikit pula yang berharap agar suara ngekeknya panjang sekali,
sampai sekitar satu menitan. Sebagian dari lovebird mania kemudian melatih dan
memaster momongannya agar suaranya bisa ngekek panjang. Bagaimana cara
melatihnya?
Sebelum masuk ke inti permasalahan, saya perlu
jelaskan dulu kondisi objektif di arena lomba atau latber, terutama
di kelas lovebird. Sebenarnya penilaian lebih akan diberikan para juri untuk
burung yang memiliki variasi lagu, sering berkicau (kerja maksimal), dan
suaranya panjang. Jadi kriteria lovebird yang bagus adalah ngekeknya tidak
terlalu panjang, tetapi sering dibawakan (gacor), dengan lagu yang memiliki
variasi.
Misalnya, seekor lovebird memiliki suara ngekek
selama 1 menit di arena lomba, maka dia akan lebih banyak ngetem (diam).
Akibatnya, frekuensi berkicau pun menjadi tidak sering (lambat keluar) sehingga
jarang masuk nominasi juara. Sebaliknya, burung dengan suara ngekek yang
cenderung tidak panjang (misalnya sekitar 30 detik), tetapi lebih sering bersuara
atau rajin bunyi, biasanya lebih mendapat perhatian juri dan bisa masuk dalam
nominasi juara.
Karena itu, orientasi perlu diubah dengan
mengharapkan agar lovebird memiliki suara ngekek, panjang, dan gacor. Panjang
di sini bersifat relatif, tetapi saya menganggap 30 detik adalah panjang yang
ideal sehingga memungkinkan burung tetap bisa mengeluarkan suara dengan
frekuensi tinggi.
Dua faktor yang mempengaruhi
Pelatihan dan pemasteran memang dapat membantu
lovebird untuk mencapai performa suara seperti yang diinginkan. Tetapi harus
disadari, ini bukan perkara mudah, karena melibatkan dua faktor yang berkaitan.
Di dalam ilmu perunggasan, termasuk burung, selalu ada dua faktor yang
mempengaruhi, yaitu faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan. Bahkan ada
satu faktor lagi, yaitu interaksi antara genetik dan lingkungan, tetapi tidak
memungkinkan dibahas di sini.
Untuk melihat faktor genetik secara utuh, awam
seperti kita sulit untuk melakukannya, karena harus memiliki perlengkapan
sebagaimana dimiliki para peneliti (misalnya uji DNA, RNA, dan sebagainya. Kita
hanya bisa melihat faktor genetik seekor burung dari penampilan luarnya, atau
fenotipnya, seperti warna bulu, kualitas suara, dan sejenisnya.
Memprediksi kualitas genetik dari anakan lovebird,
misalnya, hanya bisa dilakukan jika kita membelinya dari penangkaran.
Setidaknya, kita bisa melihat performa kedua induknya saat di penangkaran,
terutama performa suaranya. Meski tidak akurat 100%, karena hanya mengandalkan
sifat fenotip, bukan genotip yang harus melalui uji DNA, setidaknya prediksi
tersebut tidak terlalu ngawur, atau masih punya landasan ilmiah.
Adapun faktor lingkungan mencakup aspek
perkandangan, manajemen kesehatan, manajemen pakan, suhu atau cuaca, hingga
perawatan (termasuk latihan dan pemasteran). Menurut pengalaman para kicaumania
senior, faktor genetik hanya berperan sekitar 30% terhadap performa burung.
Selebihnya ditentukan faktor lingkungan, terutama pakan berkualitas dan pola
perawatan.
Pakan berkualitas dan pola perawatan yang baik akan
memberikan dampak lebih dahsyat jika diterapkan pada lovebird sejak anakan,
atau setidaknya masih muda (1-3 bulan). Itu sebabnya, latihan dan pemasteran
lovebird pun menjadi lebih joss jika dilakukan pada usia dini, karena akan
terekam lebih kuat dalam memori burung.
Dalam hal ini, Anda dapat melakukan pemasteran
terhadap lovebird muda, dengan menempelkan sangkar di dekat burung masteran
yang mempunyai suara dengan speed rapat (misalnya cucak
jenggot, cililin atau serindit).
Bisa juga menggunakan CD masteran, atau mp3 player berisi rekaman suara
burung-burung yang memiliki tipikal suara dengan speed rapat
tersebut. Lakukan secara rutin, setiap hari.
Perdebatan soal kandang umbaran
Sebagian kicaumania memberikan latihan untuk
penguatan otot sayap dan dada lovebird, sehingga suara bisa lebih panjang
dan tidak mudah lelah, dengan cara menyediakan kandang umbaran (aviary).
Lovebird dimasukkan ke kandang aviary dua kali seminggu.
Namun teknik kandang umbaran, bagi sebagian
kicaumania, dianggap tidak efektif terutama jika kita tidak punya lahan luas.
Selain itu, dikhawatirkan burung yang terlalu kelelahan malah akan gembos, baik
di rumah atau di arena lomba.
Kedua pendapat itu sama-sama disertai dengan bukti
bahwa cara mereka bisa mengantar lovebirdnya jadi juara. Kalau mau berpikir
jernih, berarti kandang umbaran tidak berpengaruh signifikan terhadap performa
burung. Sebab banyak LB juara yang tanpa kandang umbaran.
Kalau mau berpikir praktis, apabila tanpa umbaran
pun lovebird bisa juara, mengapa harus bersusah-payah membuat kandang umbaran
yang kita sendiri belum tentu memiliki lahan? Tetapi semuanya terserah Anda,
mau menggunakan umbaran atau tidak.
Saya sendiri menganggap pemberian pakan dan
multivitamin berkualitas, disertai dengan perawatan wajib lainnya seperti mandi
dan jemur, sebagai kunci yang tak bisa ditinggalkan jika ingin mengharapkan
burung bisa gacor, daya tahan tubuh kuat, dan mentalnya tidak mudah drop.
Jagung muda, misalnya, terbukti kerap mengantar
sejumlah lovebird menjuarai lomba atau latber.
Pemberian multivitamin yang mampu merangsang pembentukan hormon testosteron,
seperti TestoBirdBooster, juga bisa
membuat lovebird gacor, daya tahan prima, dan mental tidak mudah anjlok
Jika semua tips di atas bisa dilakukan sejak dini,
niscaya lovebird sudah bisa diandalkan ketika mencapai usia dewasa kelamin. Si
burung pencinta akan memiliki performa suara seperti yang diinginkan: ngekek
panjang dan gacor. Berikut beberapa suara dari burung lovebird yang memiliki
suara ngekek panjang dan gacor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar